Ketika perhatian publik tersedot oleh dampak tragedi tsunami Jepang dan pemberitaan dua media massa Australia terhadap kredibilitas Presiden SBY aliasTsunami Jepang dan “Tsunami” Indonesia, tiba-tiba saja kita disentakkan olehteror bom yang dikemas dalam sebuah kiriman paket buku. Sebagaimana diberitakan banyak media, kiriman paket tersebut ternyata berisi bom dan meledak di Kantor Berita Radio 68H, Utan Kayu, Matraman Jakarta Timur, Selasa (15 Maret 2011) pukul 16.05, yang mengakibatkan tiga orang anggota kepolisian terluka. Konon, paket tersebut ditujukan kepada aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla, yang kini menjadi salah satu Ketua DPP Partai Demokrat.
Spekulasi pun bermunculan. Ada yang mengaitkannya dengan ranah politik dan taktik pengalihan isu, tetapi tak jarang yang mengaitkannya dengan aktivitas lelaki kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967 itu, yang sering membela kelompok minoritas dan tak jarang berselisih paham dengan kelompok Islam fundamentalis. Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai, pelaku bom Utan Kayu jelas teroris.
”Pelaku itu membutuhkan keahlian khusus. Lihat saja, begitu rapi. Pasti punyaorganisasi. Ada yang mengantar, ada yang merakit. Ada juga yang membungkus itu jadi paket dan mengantarnya. Ini semua membutuhkan perencanaan, jam berapa kamu antar, caranya mengantar bagaimana, dan sebagainya,” ujar Ansyaad kepada para wartawan di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Selasa (15 Maret 2011) sebagaimana dikutip kompas.com. Dikatakan, pola pengiriman bom secara personal ini telah menjadi tren internasional. Mantan Kepala Desk Antiteror ini pun menjelaskan, kasus serupa pernah terjadi di Inggris, Italia, dan Amerika. Kantor Kanselir Jerman Angela Merkel pun pernah dikirimi paket bom.
”Dan kalian juga sudah tahu kan siapa yang dianggap menghambat itu adalah musuh dan darahnya halal? Dan kalian ingat kan serangan atau target terhadap Ulil bukan yang pertama walau ada pernyataan bahwa selama menjabat di parpol, ini yang pertama kali. Bahkan, pada tahun 2004 sempat ada fatwa bahwa darah Ulil halal,” tutur Ansyaad. Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Suhud pun mengecam keras pengirim paket bom yang meledak itu. Menurut Marsudi, sebagaimana dikutip okezone.com, kekerasan dengan alasan apa pun tidak dibenarkan sekaligus meminta agar aparat kepolisian mengusut tuntas motif maupun dalang pengiriman bom tersebut.
Marsudi khawatir teror melalui pengiriman paket bom tersebut membuat warga takut dan trauma. “Yang terpenting itu jangan sampai masyarakat kehilangan rasa aman, maka aparat harus menindak tegas siapa pelaku maupun dalang dari aksi teror itu,” ungkapnya. Mengenai keterkaitan aksi bom tersebut dengan pembelaan Ulil Abshar Abdala terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), menurut Marsudi, tetap tidak bisa dibenarkan, sebab penyelesaian kasus Ahmadiyah tidak harus menggunakan cara-cara kekerasan, tetapi yang terpenting adalah mengedepankan dialog. Dia kembali menegaskan bahwa berdakwah tidak harus dengan cara-cara kekerasan.
“Ingat dakwah yang efektif itu menggunakan cara-cara damai melalui dialog untuk menyelesaikan perbedaan,” tegasnya.
Sementara itu, Ulil Abshar Abdalla, berita selengkapnya bisa dibaca di okezone.com, mengakuteror bom yang ditujukan kepadanya sangat sarat dengan kepentingan politik. Hal itu dikatakan Ulil usai menjenguk korban ledakan bom dalam paket buku di Kantor JIL, yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
“Saya anggap motif politik hitam dalam peristiwa ini, selain juga terkait dengan advokasi dan aktivitas saya selama ini yang menyuarakan isu pluralisme dan kebebasan bergama, tapi saya merasa ada politik yang kental di sini,” paparnya kepada wartawan. Ulil juga mengaku prihatin atas peristiwa tersebut dan meminta agar pemerintah segera mengusut tuntas agar tidak semakin memperkeruh isu kerukunan umat beragama di Tanah Air.
Ironis dan menyedihkan memang. Untuk ke sekian kalinya, negeri yang multikultur dan plural ini kembali digoyang teror dan kekerasan. Taruhlah ada pihak tertentu yang berseberangan pendapat dengan pihak lain, haruskah dituntaskan dengan cara naif dan tidak manusiawi semacam itu? Haruskah fanatisme kelompok dibangun dengan cara melenyapkan kelompok lain yang dianggap tidak sepaham?
Kalau memang benar teror bom Utan Kayu dilandasi motif “kebencian” terhadap Ulil Abshar Abdalla yang mustahil bisa “dipaksa” dengan cara apa pun untuk memberangus paham yang dianutnya, apakah dengan sendirinya JIL akan mati lewat teror bom? Saya kira tidak! Ulil tidak sendirian dalam menggerakkan jaringannya. Lebih dari itu, ini menyangkut persoalan keyakinan yang tak mungkin bisa dipaksa-paksakan. Ibarat belitan gurita, cengkeramannya sudah menyatu ke dalam setiap aliran darah dan sumsum tulang. Hampir mustahil bisa membunuh sebuah ideologi dengan cara melenyapkan nyawa pemiliknya. Secara pribadi, saya kurang begitu mengenal Ulil danJIL. Saya hanya sebatas mengapresiasi pandangan-pandangannya yang lebih moderat; lebih mengedepankan sikap humanis ketimbang otoritarian, inklusif dan tidak pernah menganggap dirinya paling benar ketika berdiskusi dan melontarkan wacana-wacanapublik.
Negeri yang multikultur dan plural ini mungkin akan terasa lebih damai dan menyejukkan apabila membiarkan setiap orang meyakini paham dan ideologinya masing-masing. Sungguh amat tidak menguntungkan bagi bangsa kita yang sudah sarat dengan persoalan yang rumit dan kompleks jika terus diperkeruh oleh “konflik ideologi” berbasiskan sentimen dan fanatismesempit. Bangsa kita yang majemuk ini akan terus berkutat di balik semak belukar jika terus digoyang oleh konflik akibat perbedaan paham, agama, dan keyakinan yang sejatinya menjadi hal yang paling asasi setiap warga negara. Kapan kita sempat membangun kekuatan genius-lokal? Sementara, negara lain yang sudah mampu membebaskan diri dari mitos-mitoskeyakinan tertentu sudah berjalan mulus di jalan tol peradaban dunia.
Atau, jangan-jangan mereka yang suka melakukan teror dan kekerasan berbau SARA memang memiliki skenario agar nilai-nilai pluralisme di negeri ini mati? Wallahu a’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar